DEFRAGMENTASI
Halmahera Utara, 31
Oktober 2015
Bila ditanyakan, kapan waktu yang
paling kamu senangi? Saya akan menjawab: waktu di saat saya berada dalam
perjalanan ke suatu tempat. Saya suka menikmati perjalanan. Saya suka
perjalanan saya ke kampus, kantor, atau perjalanan-perjalanan yang lebih jauh. Hati
saya akan excited sekali sepanjang
perjalanan sampai sulit tidur. Kalau ga benar-benar ngantuk atau lelah, saya ga
akan tertidur. Tapi jangan ditanya kalo lagi capek-capeknya, baru lima detik
juga bisa langsung ‘ga sadarkan diri’. hehehe
![]() |
Dokumentasi pribadi: on my way to North Galela. Halmahera Utara, 2015. |
Jawabannya sesimpel: I can do
nothing but enjoying time with My Creator – along the way.
Beberapa kali dalam dua tahun ini
dibiarkan-Nya menempuh perjalanan jauh sendirian, membuat saya banyak
berkontemplasi. Dialog dengan Sang Pencipta Hati yang terjadi sepanjang
perjalanan menjadi momen rekonsiliasi, teguran, peneguhan, penyegaran bahkan
pemulihan hati. Teman Seperjalanan yang begitu menyenangkan :D
Ketika sampai di tempat yang asing dengan orang-orang yang baru, saya menyadari betapa lemah dan rapuhnya saya. Terkadang untuk sadar bahwa dirimu tak sekuat yang kau anggap, mudah saja – melangkahlah keluar dari tempat yang membuatmu nyaman! Dengan segera kau akan mendapati hatimu juga punya rasa takut dan getir sehingga kau menyadari bahwa kau benar-benar butuh Pribadi yang mampu memberikan jaminan rasa aman yang kau butuhkan.
Ketika sampai di tempat yang asing dengan orang-orang yang baru, saya menyadari betapa lemah dan rapuhnya saya. Terkadang untuk sadar bahwa dirimu tak sekuat yang kau anggap, mudah saja – melangkahlah keluar dari tempat yang membuatmu nyaman! Dengan segera kau akan mendapati hatimu juga punya rasa takut dan getir sehingga kau menyadari bahwa kau benar-benar butuh Pribadi yang mampu memberikan jaminan rasa aman yang kau butuhkan.
"Terkadang untuk sadar bahwa dirimu tak sekuat yang kau anggap, mudah saja – melangkahlah keluar dari tempat yang membuatmu nyaman! "
Hmm, proses berhenti dari segala
kegiatan dan hanya duduk diam, menerawang ke belakang dan ke depan, membuang hal
yang perlu dibuang dan menempatkan kembali hal-hal yang seharusnya ada pada
tempatnya, saya menyebutnya defragmentasi.
Perjalanan yang jauh menjadi lahan yang subur untuk mengaplikasikannya.
Beberapa poin di bawah adalah
penggalan kisah perjalanan solo yang kalau di-breakdown lagi bisa makin panjang
ceritanya hihi. Tapi ini versi super singkatnya hehe.
Dua minggu perjalanan ke dan di Atambua: Penjagaku tidak pernah tertidur
![]() |
Dokumentasi pribadi: Bus yang dinaiki untuk sampai ke Atambua. Bus yang super ngebut sekalipun lewat jalan belok-belok dengan jurang tanpa pembatas jalan. Kefamenanu, 2014. |
Ini adalah kota pertama yang menjadi tujuan solo trip saya dengan konsep backpacking. Kota di ujung perbatasan Indonesia-Timor Leste ini ga pernah ada sedikitpun terpikir akan saya datangi. Bisa dibilang keberangkatan saya ke sana adalah hal paling nekat seumur hidup saya. Sedih kalo inget perjalanan itu :”( tapi seneng juga karena ngalamin banget yang namanya “Penjagaku tidak pernah tertidur”.
Mulai dari uang ga ada sama
sekali untuk turun lapangan cari data skripsi di sana, ga tau medan dan caranya
menuju Atambua dari Kupang, sampai akhirnya Tuhan yang sediakan semua yang dibutuhkan.
Ada ‘malaikat-malaikat’ yang Dia kirim untuk jadi perpanjangan tangan-Nya dalam
menyediakan sejumlah uang yang dibutuhkan sampai kawan-kawan yang sekalipun
baru ketemu dan kenal on the spot tapi baiknya udah kayak saudara dekat. Sekalipun uang
juga pas-pasan sampai tidur ‘ngemper’ di kantor NGO lokal dan makan ‘remah-remah’
roti, terasa banget Tuhan yang kasih kekuatan untuk bertahan.
“...berdua lebih baik daripada seorang diri...”
Btw, di sana pertama kalinya saya
‘ngeh’ banget “berdua lebih baik daripada
seorang diri”. Hihihi Ngerasa banget kebutuhan adanya partner-partner hidup untuk bisa nguatin saya yang sendirian banget
dan gatau siapa-siapa di sana. Bersyukur ada sahabat-sahabat di grup WA. Oia,
lucky me, sinyal internet masih oke, sekalipun rada-rada.
![]() |
Dokumentasi pribadi: ngobrol sambil ngerontokin jagung di kamp eks-pengungsi Tim-Tim. Atambua, 2014. |
"Seorang bapak tua berbaju seragam oranye sedang menyapu jalan dengan tersenyum..."
![]() |
Dokumentasi pribadi: cuma sempet foto ini di pinggir Samudera Hindia. Padang 2014. |
Besok harinya dalam perjalanan
pulang menuju bandara, ada pemandangan menarik. Seorang bapak tua berbaju
seragam oranye sedang menyapu jalan dengan tersenyum. Terenyuh banget liatnya,
sampai air mata udah minta banget gausah dibendung. Dia kelihatan bersukacita
sekali mengerjakan pekerjaannya. Itu memori Padang yang mengesankan banget
sampai sekarang. Sesederhana senyum dari orang sederhana dengan pekerjaan
sederhana, menginspirasi saya untuk terus semangat – mengingat saat itu sedang
ada pergumulan kehidupan, caillaaah.
Tapi beneran, Bapak itu tulus
banget melakukan pekerjaannya, kelihatan :”) Powerful untuk saya yang acapkali
mengeluh.
Dua tahun perjalanan ke dan di Halmahera Utara: Misteri Sang Maestro
Perjalanan ke Halmahera Utara
adalah perjalanan solo ketiga. Perjalanan akan cukup lama, dua tahun (atau bisa jadi lebih hehe). Hari ini adalah hari ke-55 saya ada di Pulau Halmahera. Dipisahkan dari
kawanan lalu di’dampar’kan ke Pulau ini untuk dikumpulkan dengan kawanan yang
lain. Menempuh perjalanan yang lumayan panjang dari Jakarta ke Manado lalu
menyambung perjalanan dengan pesawat kecil ke Bandara Kao.
Panas super terik dengan abu
Gunung Dukono yang bertebaran udah jadi fenomena alam yang lumrah. Saya sama
sekali ga tahu apa yang akan terjadi ke depan. Itu jelas. Kita lihat saja apa
yang ingin Sang Maestro kerjakan dengan melibatkan orang yang lemah seperti
saya di sini.
Seperti gambar ilustrasi di samping, meskipun belum jelas di depan sana ada apa, melangkah saja dulu dengan tegap :) Setidaknya, pengalaman di masa lalu menjadi monumen peringatan bahwa penyertaan Tuhan sudah lebih dari cukup.
Seperti gambar ilustrasi di samping, meskipun belum jelas di depan sana ada apa, melangkah saja dulu dengan tegap :) Setidaknya, pengalaman di masa lalu menjadi monumen peringatan bahwa penyertaan Tuhan sudah lebih dari cukup.
Empat hari perjalanan ke dan di Ternate
Hampir dua bulan di Halmahera
Utara dengan segala ke-hectic-an
tugas dan tanggung jawab perlu diintervensi-Nya supaya saya pergi untuk
benar-benar berdefragmentasi. Perjalanan singkat dan nekat (lagi) akhirnya
ditempuh. Kali ini ke Ternate, pulau seberang di barat Halmahera – dalam rangka
penyelesaian misi pekerjaan juga.
Empat jam melewati jalan darat
berkelok-kelok panjang ditambah 45 menit perjalanan laut lumayan juga untuk berdialog,
berargumentasi, berdiam diri. Shocking
moment-nya adalah ketika di atas kapal motor penyeberangan Sofifi-Ternate
yang mesinnya mati dua kali di tengah laut. Diombang-ambing ombak yang lumayan
gede dan kapal yang miring sebelah karena muatan yang ga seimbang, bikin
penumpang teriak-teriak istighfar – tapi entah kenapa saya tenang-tenang aja. Gatau
karena sisi plegma saya muncul, atau karena yaudah santai aja kalau emang harus
mati di Laut Maluku – berserah sempurna.
![]() |
Dokumentasi pribadi: Gambar Tidore Diambil dari dalam 'speed' sebelum detik-detik mesin kapal mati. Antara Sofifi-Ternate, 2015. |
Anyway, perjalanan ke Ternate pun
berbuah kekuatan dan semangat setelah reunited
dengan rekan seangkatan yang juga sama-sama berjuang di pulau kecil yang indah
itu. Menyenangkan.
![]() |
Dokumentasi pribadi: creme de la creme, Butet Simanjuntak dan nona Soumokil. |
Perjalanan kelima?
Perjalanan selanjutnya apakah
masih solo, atau udah jadi perjalanan duo? Hehehe. Sekalipun udah duo, momen
defragmentasinya jangan sampai ketinggalan :D
Comments
Post a Comment