Into Your Hands, I Commit Again

Untuk memulai sesuatu memang tidak mudah. Apalagi untuk hal yang baru.



Butuh kekuatan tidak hanya di awal ketika memulainya, tetapi kekuatan itu harus terus dipertahankan melalui pembaruan dari waktu ke waktu, sampai akhir. Sama halnya seperti sebuah mesin yang membutuhkan pelumas yang harus diperbarui ketika mesinnya sudah mulai macet. Tidak mungkin pelumas yang diberikan pada mesin ketika mesin pertama kali digunakan dapat bertahan hingga akhir tanpa diganti. Lama kelamaan, pelumas akan berkurang, menguap dan habis. Apabila keadaan tersebut dibiarkan, mesin pun akan rusak dan pekerjaan akan berantakan.

KOMITMEN?


Menyeramkankah pertama kali mendengar kata ini? Apa yang pertama kali terbayang? Pertanggungjawaban? Kesediaan memberi diri hingga akhir? Tuntutan? Membebankan?

Mengambil komitmen memang sangat mudah, tetapi bagaimana kita menjalaninya itulah yang sangat sulit. Sangat butuh kerendahan hati dan penyerahan diri yang penuh agar Tuhan saja yang memampukan kita menunaikan komitmen kita. Sama seperti pelumas mesin itu, komitmen pun harus terus di-refresh. Hal ini SANGAT PERLU untuk dilakukan. Tidak bisa kita berjalan hingga akhir hanya dengan mengandalkan komitmen kita yang kita deklarasikan di hadapan Tuhan dalam satu sesi atau momen tertentu saja, dalam retreat rohani misalnya. Hal yang biasa terjadi apabila komitmen kita tidak pernah kita recommit lagi adalah seperti keadaan ini, yaitu ya, memang pada saat retreat atau KKR, kita mengambil komitmen untuk membangun rohani orang-orang di sekeliling kita, baik keluarga, jemaat di tempat melayani, dan sebagainya. Semangat pada saat itu sangat besar dan berkobar-kobar. Namun demikian, seiring berjalannya waktu, semangat itu berangsur-angsur menghilang. Mata hati kita tertutup dengan kebutuhan diri kita sendiri. Kita sibuk, begitu sibuk mencurahkan waktu untuk kepentingan kita sendiri, studi, pekerjaan dan diri kita sendiri. Fokus pun mulai bergeser sedikit demi sedikit. Ketika menyadarinya, posisi kita sudah berada cukup jauh dari tujuan awal kita.

Apa yang harus dilakukan? Akhirnya kita kembali lagi ke garis start. Berjalan lagi, tetapi belum recommit setiap hari. Akibatnya, ketika kita sadar kembali, kita menyesal lagi dan kembali lagi ke garis start. Penyerahan diri tidak hanya dilakukan sekali, pada saat KKR, ibadah minggu, Natal, Paskah, atau Pentakosta saja. Penyerahan diri kepada Tuhan seharusnya dilakukan setiap hari. Agar Roh Kudus yang tinggal di dalam kitalah yang memegang kuasa penuh untuk mengendalikan diri kita. Ketika kita datang menyerahkan diri kita dalam ketulusan, dan kemiskinan kita (Matius 5:3), kita sedang 'mengurangi' kehendak kita dan menyediakan tempat bagi kehendak Allah yang mendominasi diri dan hidup kita.



Bayangkanlah sebuah tempat pacuan lari di hidupmu saat ini. Ada sebuah jalan yang terbentang lurus dan sangat panjang di depanmu. Di ujung sana terdapat visi hidupmu dan kau mengambil komitmen "aku akan berlari sampai ke ujung sana dengan tekun. aku akan mendapatkan hal yang telah menungguku di sana."

Kau pun mulai berlari menuju visi itu. Semakin berlari, kau semakin haus, semakin lelah kakimu. Kakimu sakit terantuk kerikil demi kerikil, bahkan kerikil itu masuk ke dalam sepatumu dan begitu mengganggu perjalananmu. Di kiri kananmu terdengar orang tuamu, teman-temanmu, dosen-dosenmu, guru-gurumu, atasanmu memanggilmu untuk berhenti dan mengerjakan apa yang mereka perintahkan. Kau melihat visi itu sepertinya tidak terlalu menjadi hal yang utama lagi. prioritas lain yang kau rasa butuh untuk diutamakan terlebih dahulu telah mengubah fokusmu dan tanpa disadari telah memperlambat laju larimu. Kau tidak melihat lagi komitmen awalmu dan terus berlari menuju visi itu, tetapi pada saat yang sama, kau tetap mendengarkan bujukan orang2 di pinggir arena larimu untuk keluar arena.

Saat kita berlari dengan komitmen kita menuju visi itu, ingatlah selalu komitmen itu di setiap hentakan kakimu di tanah. Berhentilah SEJENAK untuk mengambil waktu teduh yang rutin untuk kembali mengingatnya dan menceritakannya kepada Tuhan. Saat kau berhenti sejenak dan berbicara pada Tuhan mengenai komitmen dan visimu, sebenarnya saat itu Dia sedang menguatkan tulang-tulang kaki dan punggungmu. Dia juga sedang mengarahkan langkahmu kepada visi-Nya, sehingga kau berlari tidak untuk visimu sendiri namun ketika sampai di ujung, visi Tuhanlah yang menjadi visimu. Bukan visimu yang menjadi visi Tuhan.

KOMITMEN UNTUK MELAYANI DENGAN HATI

Demikian juga dengan komitmen melayani. Di tahun awal kepelayanan, sebagian besar pelayan berapi-api, penuh dengan kerinduan, mimpi, dan belas kasih yang kuat. Ketika terdapat suatu momen yang cukup besar, semangat berkobar dan kehadiran bertambah. Akan tetapi, ketika hari-hari biasa berjalan dan tidak ada momen-momen khusus dalam kehidupan pelayanan, hanya kebaktian tiap minggu, kehadiran pelayan maupun jemaat menurun cukup tajam.

Apakah kita diutus melayani atau berbakti hanya untuk 'event' yang ada di dalam program kerja?

Tanpa disadari, seringkali kita bersikap seperti Yunus-- sombong rohani. Memang Yunus mengenal Allah, tetapi ketika ia diutus untuk pergi ke tempat yang penuh dengan ketidaknyamanan oleh karena kejahatan yang dilakukan bangsa itu, ia memilih untuk mencari tempat aman-- menolak untuk pergi ke Niniwe dan menghindar, merasa tidak perlu repot-repot untuk peduli pada tempat itu lalu mencari kenyamanan untuk pertumbuhan rohani diri sendiri.

Kadang kita tidak mau pergi diutus karena takut tidak mampu sendiri. Memang benar, kita tidak akan penah mampu mengerjakan pelayanan seorang diri. Tidak akan pernah ada pelayanan yang berhasil dalam 'solo karir'. We need a team. Itulah sebabnya Dia katakan 'lebih baik berdua daripada seorang diri'. Ketika kau mulai lelah, ada rekan yang mengingatkanmu dan mendoakanmu untuk tetap setia dan kembali memandang fokusmu. Sekalipun kau memulai pelayananmu seorang diri, ketika kau meminta Tuhan menyediakan rekan, Tuhan akan menyediakannya. Mintalah pada Tuhan bagi kehadiran rekan-rekan sekerjamu, bagikanlah visimu kepada rekan-rekanmu. Bergeraklah bersama menuju visi itu maka kau akan lebih bertahan lama apabila kau bersama.

Baik ketika melewati lembah berair, padang rumput, gunung, maupun padang gurun. Tuhan ingin melihat kita dalam posisi yang tegak berdiri. Sekalipun padang gurun yang kau lihat dalam pelayananmu, ketika apa yang kau kerjakan sepertinya tidak berhasil dan datar-datar saja, sebenarnya saat itulah tempat ujian terbesar bagi kesetiaanmu menanam dan mengusahakan lahan.

Jangan pernah cepat tawar hati ketika ladang tempatmu berkerja sepertinya tidak bertumbuh. Bagianmu adalah menanam, Allah yang memberi pertumbuhan. Percaya bahwa Allah setia memelihara benih yang telah tertabur.

Memenuhi komitmen kita sendiri menunjukkan pribadi seperti apakah kita ini. Apabila komitmen yang sudah kita buat, diri kita sendiri langgar, lalu apa kabar dengan integritas diri kita? Kita tidak mengatakan "ya" dengan "ya" dan "tidak' dengan "tidak". Hampir semua orang mengalaminya.

Bagaimana dengan komitmen-komitmen kita saat ini?

Komitmen untuk saat teduh? berdoa? mnjaga kekudusan hati, pikiran, dan perbuatan? menunda berpacaran? puasa?

Apakah masih berdiri tegak dengan menggenggamnya? Atau kita telah meletakkannya dan memegang hal yang lain?

Apakah ketulusan kita dalam mengasihi masih sama dengan kasih yang pertama kali kita curahkan? Apakah kebulatan tekad dan semangat kita untuk berlutut dan berdoa bagi kota kita masih sama seperti saat kita pertama kali diteguhkan dan diutus? Apakah ketaatan kita masih utuh?



Mari berhenti sejenak dan mengingat kembali setiap komitmen yang pernah kita buat di hadapan Tuhan.

"Into Your hands, I commit again, with all I am ..."

Comments

  1. Thumb up deh buat yg satu ini ...
    Sama dengan perasaan yg gw rasakan, apalagi ketika "betis" kita lelah dalam "perjalanan" ...

    Nice sharing Yo, dgn membaca ini gw berasa ada orang yg sama seperti gw, berbeban dan hal tersebut membuat kita lari dan tidak fokus.

    Tapi balik lagi, komitmen, komitmen dan komitmen ..

    Menuliskan ini serasa menuliskan curhat utk "Sang Pencipta" ..

    Dia yg lebih dari sekedar membaca blog atau web kita, Dia membaca keseluruhan hati kita, God Bless

    ReplyDelete
  2. iya, do. mungkin kita ngalamin hal yang sama.
    yang di atas itu hal yang pernah dan sedang gue alamin.
    berusaha keras ngalahin diri sendiri yang pengen berhenti aja rasanya.
    tapi janji Tuhan yang bilang kalo semuanya ga akan sia-sia selalu bikin semangat naik lagi..

    good luck for your life and ministry, ya.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts