Could it be LOVE?

Hmm..rajin senyum-senyum sendiri? Suka curi-curi pandang pas ada dia? Berusaha cari tahu tentang dia sebanyak-banyaknya? Cari cara untuk ngobrol yang lama sama dia? Kalo dia negur, uuhh rasanya kayak kesetrum? Could-it-be-love?


Pernah mengalami gejala di atas? Artikel ini kira-kira mau bicara tentang topik itu, cinta. Topik pembicaraan tentang cinta biasanya selalu membangkitkan minat dan membuat orang yang membicarakannya jadi lebih antusias. Ketika melihat gambar hati di artikel ini, bukankah kita langsung penasaran dan mulai senyam-senyum? Waktu sedang jatuh cinta, tanpa sadar, kadar peduli kita sama seseorang tersebut jadi berlipat-lipat lebih besar dari biasanya. Waktu dia sedih, rasanya ingin jadi orang yang paling pertama menyediakan telinga dan bahu. Naluri untuk melindungi dia pun jadi naik ke level siaga. Apa sih daya tarik cinta sampai-sampai jadi top trending topic kegalauan anak muda dari zaman ke zaman?

Nah sebenarnya, kebutuhan dasar setiap manusia memang untuk dikasihi. Oleh sebab itulah, merasa dikasihi oleh orang-orang sekitar itu sangat penting bagi setiap pribadi di seantero dunia ini. Ketika merasa dikasihi, manusia merasa dirinya berharga dan diakui eksistensinya. Bukankah kita demikian? Bayangkan kalau seluruh dunia tidak ada yang sayang sama kita, semangat hidup pun bisa-bisa lenyap.

Sadar nggak sih kita, ketika kita mengakui bahwa memang kita membutuhkan kasih, kita sebenarnya sedang menyatakan kebutuhan kita akan Allah. Kenapa? Jelas, karena Allah adalah Kasih itu sendiri (1 Yohanes 4:8). Perasaan dan kemauan untuk mengasihi itu tidak bisa dipisahkan dari Pribadi Allah dan hal itulah yang diwariskan kepada kita, manusia, ketika Dia menciptakan kita sesuai gambaran-Nya. Yang membedakan kita dengan ciptaan lainnya adalah hati yang diberikan-Nya untuk belajar mengasihi Dia dan sesama dengan tulus. Karena Kasih adalah Diri-Nya sendiri, maka Allah tidak bisa menyangkali Diri-Nya dengan tidak mengasihi kita. Sekalipun ada orang yang menyatakan dirinya atheis, dia tidak akan menyangkal bahwa dirinya sangat membutuhkan kasih. Dengan kata lain, sebenarnya dia juga sangat membutuhkan Tuhan.

Saking cintanya Allah sama kita, Dia rela menyapa kita duluan setiap hari dan menunggu kita membalas sapaan-Nya. Tapi, sayangnya terkadang kita terlalu sibuk sampai suara-Nya seakan tidak terdengar. Saking besarnya cinta Dia kepada kita, Dia rela cari cara untuk menemui kita di bumi, menanggalkan kenyamanan-Nya sebagai Raja dan 'menyamar' jadi Anak tukang kayu. Saking inginnya Dia menghabiskan waktu bersama kita terus selama-lamanya, Dia benar-benar rela mati supaya pribadi-pribadi yang dikasihi-Nya tidak jadi 'partner om iblis' yang menemaninya di perapian yang menyala-nyala. Pernyataan cinta-Nya sesungguhnya sudah sering sekali terdengar di telinga kita:

“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal“ (Yohanes 3:16)


Terdengar klise? Seharusnya tidak. Satu-satunya alasan yang menggerakkan Allah mengorbankan Anak-Nya yang Tunggal untuk kita yang sama sekali tidak layak untuk diselamatkan ini adalah kasih. Betapa powerful-nya kasih! Idealnya pun kita belajar untuk meneladani hal itu dengan melakukan segala sesuatu untuk-Nya karena kita mengasihi Dia.

Melalui karya keselamatan-Nya, Allah mengatakan 'I love You, people'. Mungkin kita pun pernah menyatakan 'I love You, Lord' kepada Tuhan. Nah, dalam konteks kita sebagai mahasiswa, ketika kita belajar, mengerjakan tugas dan ujian, mengejar IP/IPK/skripsi yang baik, apakah rasa cinta kepada Allah yang menggerakkan kita melakukan semua itu? Ketika selama ini melibatkan diri dalam banyak organisasi dan pelayanan, mengikuti banyak kompetisi, mengembangkan minat bermusik dan sebagainya, apakah kekaguman pada Allah yang mendorong kita terjun di sana? Atau keinginan memperoleh itu semua hanya sebatas sebagai upah yang harus kita terima atas waktu, pikiran, tenaga, dan uang yang kita korbankan habis-habisan? Atau sebagai investasi pengalaman dan sertifikat sebagai jaminan supaya memperoleh pekerjaan yang baik setelah lulus? Atau alasan yang mendominasi dalam diri kita adalah karena ingin eksistensi diakui oleh orang tua dan teman-teman? Hmm, jadi could it be love?

Guys, cinta yang benar adalah ketika kita selalu memikirkan apa yang terbaik bagi seseorang yang kita cintai, bukan fokus memikirkan apa yang bisa dia lakukan untuk memenuhi kebutuhan kita sendiri. Pusat dari seluruh perhatian adalah seseorang itu sehingga kita akan berusaha bagaimana caranya memenuhi apa yang dia butuhkan dan akan puas ketika dia menyukai apa yang kita lakukan untuknya. Bila mengasihi seseorang yang kita anggap spesial di dunia ini saja membuat kita begitu antusias menjalani hidup, bayangkan bila kita mengalami jatuh cinta dengan Allah. Yuk, recommitment cinta kita kepada Allah dengan menyerahkan hati yang murni dan hidup yang maksimal untuk Dia.


Happy Re-Falling in love with God. Tuhan Memberkati.

Comments

Popular Posts