Halo Kelapa, saya Yohana

Di atas bentor, sepanjang perjalanan pulang setelah ngobrol panjang lebar dengan seorang pengusaha komoditas pangan di Tobelo, saya tarik napas panjang “Hmmh, ini pekerjaan besar.” Beberapa waktu ke belakang memang saya super pusing. Sepertinya kepusingan itu perlu saya tumpahkan, ya paling tidak ke blog ini. Sekalipun yang baca jadi roaming, didengarkan sajalah ya jika tetap ingin membaca hehe.

Fuuhhh...

Halo Kopra!

Jadi, perbincangan dimulai tentang produksi kopra putih di Halmahera Utara. Menurut keterangan sang pengusaha, nyaris tidak ada yang produksi kopra putih di kabupaten ini. Benar, rata-rata semua buat kopra kopi. Apa itu kopra putih dan kopra kopi? Saya pun baru belajar ketika ‘dinobatkan’ jadi yang koordinir proyek pengembangan ekonomi masyarakat di sini. Oleh karena sekitar 90% lebih masyarakat Halmahera Utara berprofesi sebagai petani kelapa plus sumber daya kelapanya sampai 70.000-an hektar (berdasarkan data Halmahera Utara dalam Angka tahun 2011), mau tidak mau ya saya harus belajar tentang kelapa.

Jadi begini, mayoritas petani kelapa di sini mengolah kelapanya jadi kopra. Kopra itu adalah daging kelapa yang dikeringkan untuk diambil minyaknya. Pasar akhir dari kopra pada umumnya adalah Eropa. Kopra berdasarkan kualitasnya dibagi jadi 3 jenis, kopra putih, kopra teh dan kopra kopi. Kopra putih itu yang paling bagus kualitasnya karena warnanya putih hingga kekuningan, kandungan air dan jamurnya sedikit (di bawah 10%), baunya khas kelapa. Kopra kopi itu kualitas yang paling jelek, warnanya hitam pekat, kandungan air dan jamurnya banyak dan berbau asap. Nah, kalau kopra teh itu kualitas dan warnanya ada di tengah-tengah antara kopra putih dan kopra kopi.

Kualitas kopra sendiri tergantung pada cara pengolahannya. Untuk dapat kopra putih itu prosesnya lebih lama, bisa sampai 5-7 hari karena proses pengeringannya tidak pakai api, hanya dijemur atau canggih dikit pakai oven.

Biasanya, karena ingin cepat menghasilkan uang, petani kelapa cenderung menggunakan teknik pengasapan untuk mengeringkan kopra. Jadi, kelapa dibelah, dagingnya dicungkil lalu diasapkan dengan suhu yang tinggi. Sebenarnya metode yang benar ketika melakukan pengasapan adalah suhunya harus sedang supaya 1) mencegah kulit daging kelapa jadi keras sedangkan dagingnya belum kering benar, 2) tidak didominasi bau asap. Kalau kulitnya keras sedangkan dagingnya masih basah, itu memicu kandungan jamur meningkat sehingga kualitas minyak jelek. Normalnya pun bila menggunakan teknik pengasapan dengan api sedang, kopra baru bisa jadi setelah 2-3 hari. Tapi, karena ingin cepat biasanya kopra jadi hanya dalam 1-2 hari. Caranya? Ya naikkan suhunya.

Faktanya, semua petani kelapa di sini memilih untuk memproduksi kopra kopi turun temurun. Sejauh ini saya belum menemukan petani yang buat kopra putih dengan tahapan yang benar di sini. 

Herannya, sekalipun kopra dari Halmahera Utara adalah kopra kopi tetapi masih banyak pembeli yang mau terima. Dengar-dengar dari pengusaha tadi sih karena entah kenapa kopra dari sini sekalipun begitu penampakannya tapi minyaknya banyak. Biasanya ketika distributor di sini ambil dari petani dan kirim ke Manado atau Jawa, di sana kopranya entah dengan cara apa akan dicampur untuk minimal menghasilkan kopra teh.

Hi, meet our dream:  Coconut Learning Center!

Nah, proyek pengembangan ekonomi yang saya dan tim sedang gumulkan adalah untuk memperbaiki kualitas kopra di Halmahera Utara. Ini adalah salah satu agenda cabang dari blueprint besar pembangunan Coconut Learning Center atau sentra pembelajaran kelapa terpadu di Halmahera Utara. Blueprint ini sebenarnya merupakan hasil dari diskusi demi diskusi dan forum demi forum yang telah dilakukan oleh pendahulu-pendahulu saya di posisi ini. Dengan merangkul berbagai mitra terkait, baik dari unsur instansi daerah, kelompok tani hingga pengusaha, Wahana Visi Indonesia memaparkan hasil penelitian baseline bersama Universitas Padjajaran bahwa memang potensi kabupaten ini diprimadonai oleh kelapa. Terkait dengan hal ini, berbagai pihak setuju bahwa memang perlu diadakan maksimalisasi sumber daya kelapa beserta sumber daya manusia yang mengelolanya.

Dalam konsep yang digagaskan, Coconut Learning Center ini akan menjadi suatu tempat kepemilikan bersama, suatu forum yang mempertemukan para petani dengan stakeholders lainnya. Untuk apa? Untuk saling bertukar informasi, contohnya mengenai harga kopra, cara pengolahan kopra yang baik, pemasaran bersama. Untuk apa lagi? Untuk saling belajar mengenai produk-produk turunan kelapa lainnya, tidak hanya terus menerus bertumpu pada kopra yang panennya hanya 4 bulan sekali.

Kelapa, The Tree of Life ini banyak sekali manfaatnya, seperti yang semua orang sudah tahu. Mulai dari batangnya, daun, sabut, tempurung, daging sampai ke airnya --- semua bisa digunakan. Jika semuanya dimanfaatkan, betapa kayanya orang-orang Halmahera Utara!

Sayangnya yang percaya akan potensi itu, hanya segelintir orang – yang mungkin bisa dihitung dengan jari.

Coconut Learning Center ini diharapkan akan jadi forum untuk mengintegrasikan hal yang selama ini terpisah. Di sana akan ada yang bisa mengajarkan cara membuat minyak goreng kelapa, sabun kecantikan dari kelapa, VCO, pupuk kelapa, tepung kelapa, arang, kopra putih, bahkan sampai ke kerajinan dari kelapa. Fasilitas yang dimiliki sentra ini nantinya akan mengkapasitasi kelompok-kelompok tani di seluruh desa di Halmahera Utara untuk piawai dalam mengelola produk kelapa sehingga kelapa menjadi produk unggulan kabupaten.

Minyak Goreng Kelapa dan VCO merk Nawango, dua contoh produk olahan kelapa
yang akan diajarkan di Coconut Learning Center

Coconut Learning Center nantinya juga akan menjadi tempat yang menyumbangkan sekian tempat untuk para pekerja di Halmahera Utara. Terlebih lagi, Coconut Learning Center akan memberdayakan perempuan Halmahera Utara untuk menopang suami dalam mencukupi kebutuhan keluarga. Bagaimana caranya? Bapak kerja kopra, ibu produksi minyak goreng kelapa, misalnya. Bila kopra dihasilkan 4 bulan sekali, minyak goreng kelapa bisa dihasilkan tiap minggu. Oleh sebab itu, keluarga petani tidak perlu lagi berhutang demi memenuhi kebutuhan sehari-hari ketika belum panen kopra. Efek jangka panjangnya, tidak perlu lagi anak berhenti sekolah atau tidak berobat ketika sakit hanya karena alasan tarada doi (tidak ada uang).

Coconut Learning Center juga nantinya akan menjadi brand kabupaten di mana oleh-oleh khas dari Halmahera Utara akan dicari di sana, semua khas kelapa.

Inhaaaaaale, exhaaaaaale!

Kembali lagi ke perbaikan kualitas kopra, I feel like almost all people here lose faith in it, termasuk pengusaha yang ngobrol dengan saya tadi. Sejujurnya, efek perbincangan tadi sore membuat saya masuk ke proses stagnasi ide. Oh come on, who are you? You want to change theeeeseeee people’s production behavior that has been planted and internalized for decades? It seems impossible.

Ya,ya, ya I know right. Perhaps, I am crazy. No, we’re crazy (we=WVI). It’s such too huge thing to handle. Well, it’s going to go back to our fourth value: about partnership. This is the problem, how could you work hand in hand with those who can’t catch the same vision? Or maybe they can catch the idea but are not committed to work together for the sake of that vision.

Sepertinya ini mimpi besar yang banyak orang tertawakan dan ragukan. Entah kenapa, beberapa stakeholders yang awalnya berkoar-koar, mengangguk keras setuju seperti menghilang. Masyarakat yang awalnya penuh semangat ketika pelatihan berangsur-angsur padam semangatnya. Banyak sekali tantangan dan hambatan untuk bisa mempraktekkan hal-hal yang sudah dilatih terkait pengolahan produk turunan kelapa.

Sedihnya, di balik alasan-alasan tersurat yang dinyatakan sebenarnya tersirat kesangsian besar. Kesangsian itu bisa disetarakan dengan kalimat, “Halah, ga akan jalan itu. Pasti gagal itu seperti yang sudah-sudah.”

Saya tidak pernah tahu berapa banyak orang yang sudah memperjuangkan perihal ini untuk kesejahteraan masyarakat Halmahera Utara sebelum WVI datang. Saya juga tidak pernah tahu, apakah upaya bertahun-tahun yang perjuangkan tim Wahana Visi Indonesia di tempat ini akan berhasil. Saya-tidak-pernah-tahu.

Jujur saja, berkali-kali rasanya saya ingin menyerah. Ketika kelompok tani sedang semangat produksi Crude Coconut Oil (CCO)*, musim kemarau panjang datang dan kebakaran ladang di beberapa titik terjadi sehingga buah kelapa sedikit. Banyak lagi kendala-kendala yang menghambat. Sebagian besar dilatarbelakangi oleh alasan-alasan yang terkesan dibuat-buat kelompok tani. Sudah dimotivasi sekian ribu kali, kelihatannya sepertinya sia-sia. Kendala lainnya lagi, ketika kemitraan sudah dibangun sedemikian rupa, tiba-tiba angin politik melengserkan kepala-kepala dinas yang vital dalam proyek ini. Apa boleh buat, kemitraan harus dibangun lagi dari awal.

Bila saya daftarkan lagi mungkin jatuhnya saya jadi akan mengeluh hehe (sepertinya inipun sudah mengeluh).

Namun di tengah semuanya, saya bersyukur Kepala Dinas Pertanian di kabupaten ini punya visi yang sama, yakni mengintegrasikan stakeholders yang ada di kabupaten melalui satu forum yang sinergis. Beliau seringkali mengingatkan untuk ‘pelan-pelan saja’ di saat saya rasanya ingin semua proses berlangsung cepat. Saya rasa Beliau pun punya kesedihan dan kegalauan yang sama dengan saya.

Bersyukur juga, ada satu kelompok tani  yang begitu setia tetap mempraktekkan pengetahuan yang diserap pasca pelatihan. Setiap bulan, kelompok ini pasti membawa CCO untuk dijual ke pra-sentra. Sekalipun minimal hanya 5 liter yang dihasilkan, ketua kelompok mengaku bahwa hasil penjualan CCO sangat membantu menopang kebutuhan biaya anaknya yang sedang kuliah di Ternate. Ingin sekali saya perkenalkan, Kelompok Porimoi-Pogiriho dari Desa Lalonga namanya. Saya terharu sekali.

Itulah rekan seperjuangan yang membuat saya malu sekaligus termotivasi, “Ayo, kuatkan tumitmu untuk berlari lagi.”

Sudah 8 bulan saya di sini. Apakah dalam 16 bulan ke depan sentra itu akan berdiri dan beroperasi atau bahkan dalam dua tahun ini sentra itu tidak pernah berdiri, saya tidak tahu. Yang saya yakini, saya dipanggil bukan untuk berhasil, tetapi untuk setia. Sekalipun buahnya tidak saya petik dalam dua tahun ini, pasti benih yang ditabur bertumbuh. Sekalipun bukan dalam bentuk sentra pembelajaran terpadu, entah apa nanti, pasti akan ada buahnya. Jadi,note to self-nya: 
  • Ingat visimu: kesejahteraan anak dan keluarga di Halmahera Utara
  • Berjalanlah dua mil
  • Doakanlah lebih banyak daripada kau membicarakannya
  • God’s working, God’s in control
  • Dance, dance over the wavy ocean!


Bagaimanapun, pengembangan transformatif  (transformational development) yang dikerjakan adalah proses sekaligus tujuan. Komunitas yang tertransformasi itu hanya Tuhanlah yang mampu melakukannya. Lagi-lagi segala kesulitan dan hambatan ini mengingatkan bahwa saya dan WVI hanyalah alat yang tidak berguna bila bukan Tuhan yang bekerja melalui alat-alat tak berdaya ini. Panjangnya tulisan ini juga mengingatkan bahwa kekuatan dan hikmat datang ketika kau persilakan Dia yang memimpin, bukan dirimu sendiri, Yohana. Siapakah domba yang awam ini sehingga Kau percayakan untuk mengerjakan perkara sebesar ini, Tuhan? To You be all the glory!


Keterangan:

Crude Coconut Oil adalah salah satu produk turunan kelapa yang menjadi bahan dasar untuk pembuatan Virgin Coconut Oil dan sabun kecantikan. Prosesnya melalui pemarutan daging kelapa, pemerasan santan hingga pengendapan selama 8 jam.

Comments

Popular Posts